KEBIJAKAN DAERAH DI MASA PANDEMI COVID-19

(Dr. Supardal, M.Si Dalam Bintek DPRD Jawa Timur)

Pandemi Covid-19 telah membawa pengaruh besar terhadap pelayanan pemerintah kepada rakyatnya, terutama untuk sektor kesehatan dan sosial, termasuk pada pemerintah daerah (Pemda). Pemerintah daerah dituntut untuk melakukan banyak hal yang dapat memberikan rasa nyaman, diayomi, dilindungi, dan diperhatikan pada masyarakat.  Masyarakat membutuhkan kepastian tentang bentuk pembatasan aktivitas, ketersediaan fasilitas kesehatan, dan jaminan untuk bertahan hidup.  Masyarakat bertanya-tanya: “kemana uang Pemda yang banyak itu? Mengapa tidak digunakan untuk “merelaksasi” kondisi masyarakat yang ketakukan, cemas, bingung, dan putus asa?

Muara dari persoalan ini adalah ketersediaan dana di daerah. Pemda sebagai pengelola anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD), mau tidak mau, harus mengeluarkan dana sangat besar untuk penanganan Covid-19.  Masalahnya, setiap pengeluaran dari kas daerah haruslah didasarkan pada angka-angka yang tercantum dalam APBD yang telah ditetapkan dengan peraturan daerah (Perda). Mengingat wabah Covid-19 ini merebak setelah penetapan APBD tahun anggaran 2020, maka dapat dipastikan tidak ada angaran yang khusus untuk itu. Yang ada adalah anggaran belanja tidak langsung dengan nama rekening belanja tidak terduga (BTT). Pada kondisi seperti ini, anggaran BTT yang ada dapat dipastikan tidak mencukupi. Artinya, harus ditambah alokasi anggarannya dalam perubahan APBD. Terus gimana..?

Inilah yang menjadi pokok bahasan Bimbingan Teknis untuk pimpinan dan anggota DPRD Provinsi Jawa Tengah di Hotel Grand Mercure Yogyakarta tanggal 4 sampai dengan 6  September 2020. Narasumber pada bimtek tersebut antara lain : Indra Gunawan, M.Si dari Kemendagri Jakarta, Prof. Dr. Nikmatul Huda dari UII Yogyakarta dan Dr. Supardal, M.Si dari PSKPPM STPMD “APMD” Yogyakarta. Dalam forum tersebut hampir semua narasumber sepakat bahwa berkaitan dengan penganggaran daerah untuk daerah sudah diatur secara detail dalam Permendagri, Instruksi Kemendagri dan juga surat edaran Kemendagri, sehingga daerah tinggal melaksanakan, namun dalam prakteknya tidak semudah membalik tangan. Karena secara garis besar kepala daerah masih canggung, sehingga serapan anggarannya masih rendah.